Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Berpacu Dengan Waktu - Pendakian Gunung Guntur

Pagi itu matahari masih enggan menampakan diri. jumat 16 Maret 2018, jumat pagi itu tidak banyak aktivitas yang terlihat di jalanan. Hari yang bertepatan dengan hari raya idul fitri, ditambah dinginnya udara pagi, menjadi alasan kuat untuk saya tetap berada dibalik selimut. hhmmmm Namun, kesibukan mulai terlihat bersamaan dengan munculnya mentari pagi. Pecinta alam garut (PAGAR) Jawa Barat penggiat alam bebas Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut yang kebetulan saya adalah salah satu anggota muda yang telah selesai melaksanakan DIKLATSAR berencana mengadakan (MABIM) yaitu masa bimbingan dengan kegitan mendaki Gunung Guntur dengan akhir pendakin di kampung Dano kecamatan Leles.

Gunung Guntur

MABIM?? Ya, mabim. Mabim adalah kegitan mendaki gunung atau kegitan alam bebas lainnya yang ada dalam setiap agenda kegitan organisasi pecinta alam yang wajib diikuti oleh para anggota muda. Masa bimbingan ini dilakukan minimal tiga bulan setelah DIKLATASAR.

Siang itu, Setelah melaksanakan shalat jumat kami bertujuh yaitu saya, Ardi, Firman, Nurhayati, Risman, Syamsul Rijal, dan Ryan sibuk mempersipkan peralatan dan perbekalan untuk acara tersebut. Karena acaranya bisa dibilang mendadak, jadi tidak semua anggota penuh atau senior bisa ikut, tapi semua itu tidak menyurutkan semangat saya untuk bisa menaklukan gunung Guntur. Karena terlalu sibuk memersiapakan peralatan sampai-samapi tidak tersa kalau waktu keberangkatan akan segera tiba hmmmmm jadi tidak sabar ingin segera melangkahkan kaki ini.

Perlengkapan sudah siap!!! semua angota yang akan berangkat juga sudah berkumpul, rangsel sudah terpasang kuat di badan, berdoa pun dimulai.

Sekitar pukul 15.30 WIB perjalananpun dimulai dengan menggunakan sebuh mobil angkutan umum sewaan. Setibanya di tempat tujuan kulangkahkan kaki dengan semangat yang tinggi. Langkah kaki ku mulai menginjak pasir dan bebatuan kecil yang ada di sepanjang jalanan, ditemani dengan panorama matahari yang hampir tenggelam disekitar gunung dan disertai hembusan angin sore yang menggoyangkan ilalang-ilalang disekitar jalan mengiringi setiap langkah perjalanan ku. Perlahan namun pasti kulalui jalan setapak yang diapit oleh rimbunya pepohonan dan lebatnya semak-semak saya susuri jalan menuju tempat peristirahatan pertama. Tidak tersa waktu berlalu dan akhirnya kitapun sampai di tempat peristirahatan pertama yaitu di Curug Citiis. Crug yang memiliki tinggi kurang lebih sekitar 12 meter ini membuat suaranya terdengar dari kejauhan. Curug Citiis ini sering dikunjungi para wisata, baik wisatawan lokal, maupun interlokal, bahkan ada juga dari mancanegara. Karena pada waktu itu hari sudah mulai gelap, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam dan mendirikan tenda di sekitar Curug Citiis ini, lagi pula tidak memungkinkan lagi bagi kami untuk melanjutkan perjalan di malam hari.

Pagi-pagi buta, saya dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan saya sebagai LEADER atau sebagai penunjuk jalan. dengan jalan yang semakin lama semakin menanjak ditambah beban dipundak yang tambah berat karena membawa persediaan air minum yang diambil dari sumber mata air Curug Citiis, karena diatas puncak tidak ada sumber air yng bisa ditemukan. Namun pada saat itu saya yang bertugas sebagai penentu jalan yang akan dilalaui, membuat saya harus tetap semangat dan berkonsentrasi agar tidak salah memilih jalan. Pada saat itu, setengah perjalanan menuju puncak gunung Guntur sesekali kang Wawan alias kang Sena berceloteh di sepanjang perjalanan dengan banyolannya yang khas yang membuat saya dan kawan-kawan tidak bisa untuk menahan tawa. Namun karena terlalu banyak tertawa membuat langgkah kami semakin melambat dan mebuat lemas kaki. Tidak tersa, akhirnya kitapun sampai dipuncak bohong, Saya kira puncak bohong adalah puncak dari gunung Guntur ternyata saya salah mengira, puncak gunung Guntur yang sesungguhnya masih cukup jauh, disitu barulah saya mengerti mengapa puncak ini disebut puncak bohong. hahahahaha aku tertipu.

"ripuh euy" itulah kata yang diucapkan oleh kang sena sewaktu dia tiba di punacak bohong.

Dipuncak bohong ini, kami sempat beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga sambil sesekali melihat kota Garut dari puncak bohong ini. Namun tidak apdol bila tidak melihat pemandangan kota Garut dari puncak yang sesungguhnya. Perjalanan dari puncak bohong menuju puncak sesungguhnya merupakan perjalanan yang bisa membuat adrenalin kita meningkat, karena jalan yang akan kita lalui semakin sulit dan terjal jadi kita harus exstra hati-hati. Jalan yang kita lalui pada saat itu adalah jalan yang berupa pasir dan batu kerikil disertai tanaman ilalalng di kanan kiri jalan.

Gunung Guntur 

Gunung Guntur memang berbeda dengan gunung lain pada umumnya, gunung yang biasanya ditumbuhi berbagai macam pohon, tidak bisa di jumpai di gunung Guntur karena gunung Guntur hanya ditumbuhi pohon Pinus itupun sudah sangat jarang kare ada penggalian pasir disekitar gunung Guntur. Hampir 90% gunung ini terdiri dari pasir dan batuan. Hampir semua bagian gunung Guntur ditanami ilalang yang mebuat gunung Guntur ini tamapak gundul dan gersang. Jarangnya pepohonan yang tumbuh disekitar gunung Guntur membuat sinar matahari terasa sangat menyegat, sehinnga membuat pendakian semakin melelahkan. Itulah yang mebuat gunung Guntur ini berbeda dengan gunung-gunung lainya. jadi disarankan bagi sobat adventure yang kan melakukan pendakian ke puncak Gunung guntur sebaiknya pada pagi hari atau waktu subuh.

LuuuuuuUUUUUUaaaaAAAARRRrrr BIAAASSA!!!!. Lelah pada saat itu terbayar sudah oleh sensasi keindahan alam ciptaan tuhan yang maha esa yang sedemikian memanjakan mata. Kabut tipis mengambang dibawah kaki, serta hembusan angin yang bertiup dan bergemuruh membuat aku seperti ada di khayangan. Sawah, rumah, jalaln-jalan dan sungai terlihat tampak kecil apabila dilihat dari atas puncak gunung Guntur. Didepan, terlihat awan putih menggoda mengajak mendekat, dan memang semua ini membuat saya dan kawan-kawan bisa melupakan sejenak masalah yang sering kami alami di kehidupan sehari-hari. Yang terbesit saat itu adalah betapa besarnya keagungan dan kebesaran tuhan dan begitu kecilnya kita manusia sebagai ciptaan dari nya. 

Dalam hitungan menit tangan kang Elang alias kang Dian (salah satu anggota dari dua anggota penuh yang ikut) menjuk ke sebelah barat dan menunjukan salah satu gunung "itulah gunung Masigit dan gunung Geulis" katanya. Objek yang ditunjukan barang kali asing dan belum dikenal luas, hal ini dikarenakan kedua gunung ini terhalang olh gunung Guntur. Gunung Masigit adalah salah satu dari beberapa untaian gunung yaitu gunung Guntur, gunung masigit, dan gunung Geulis dan disebelah selatannya ada sebuah gunung kecil yaitu gunung Putri. Melihat gunung Masigit dan gunung Geulis yang akan didaki dalam perjalanan kita selanjutnya membuat kami bertujuh terperangah dan membuat semangat kami langsung turun.

Di punak gunung Guntur kita beristirahat sejenak dengan menyantap makanan yang kita masak sendiri, makanan alakadarnya. Menu makanan yang sederhana khas para pendaki gunung yang biasanya dimakan secara bersama-sama dalam satu wadah, atau orang sunda bilang 'reujeung". Walaupun sederhana namun tersa lebih nikmat karena dimakan bersama-sama, dan cukup untuk mengganjal perut yang keroncongan!, namun karena kebanyakan makan sehinngga membuat kita malas melanjutkan perjalanan, sehinnga acara istirahat yang tadinya tidak akan lama menjadi cukup lama. sekitar satu jam lebih kita beristirahat.

Siang itu tepat pukul 12.00 WIB. kita melanjutkan perjalan, Matahari tepat berada di atas kepala kita dan cuaca lagi panas-panasnya saat itu, Panas matahari yang menyengat kulit ditambah jalan yang semakin lama juga semakin menanjak membuat keringat mengalir derasa sehingga membahsahi pakaian yang saya kenakan. Itu semua membuat saya ennggan melanjutkan perjalanan ini, uuuuuccckkhhh perjalanan yang sangat melelahkan!! Namun saya tidak boleh menyerah sampai disini dan harus tetap semangat untuk melangkahkan kaki ku, dan mengalahkan diri saya sendiri dan rasa takut yang pada saat itu mulai merasuki pikiranku. Selangkah demi selangkah kupijakan kaki sambil sesekali melihat ke arah puncak gunung Masigit yang cukup lumayan jauh. dan akhirnya setalah sekian lama kita berjalan kita bisa menaklukan satu persatu puncak gunung dan sampai di puncak terakhir yaitu di puncak gunung Geulis.

Namun perjalanan kita belum berakhir disini. Perjalanan dan petualangan yang sesungguhnya baru akan dimulai dari puncak gunung Geulis. Perjalanan selanjutnya yaitu menyusuri rimba dan menuruni gunung dengan jalan yang hampir sudah tidak ada karena jarang dilalui pendaki sehingga jalan tertutup oleh tanaman liar dan semak belukar. Jalan yang curam dan menukik tajam kebawah serta lebatnya semak belukar membuat saya sebagai penunjuk jalan harus membuka jalan baru dengan menebas tanaman yang menghalangi jalan. Sesekali aku pun terjatuh dan terperosok, terkadang saya pun mengunakan tubuh saya untuk mnyingkirkan tanaman yang menhalangi jalan,. Setelah saya berjalan cukup lama tapi saya belum menemukan jalan. Jalan yang semakin lama semakin semakin menurun membuat saya semakin sulit untuk memilih jalan yang aman untuk dilalui. Ketegangan baru dimulai ketika hari sudah hampir gelap dan kita belum sampai ditempat yang sudah direncanakan. Malam pun datang sehinga perjalan menjadi semakin sulit karena saat itu kita hanya diterangi oleh cahaya lampu senter yang kami bawa. Pada saat itu saya sudah tidak lagi memikirkan apa-apa lagi, yang terpikir pada saat itu adalah jalan, jalan , dan jalan. Lama kita berjalan namun tetap saja kita belum sampai, dan yang terlihat sesekali adalah lampu rumah pemukiman warga yang terlihat masih sangat jauh. Malamp pun semakin larut dan tenaga yang sudah hampir habis ditambah kondisi saya dan yang lainya mulai nge droop membuat persasan saya semakin tidak karuan. Karena malam sudah semakin larut dan kondisi tubuh yang tidak meungkinkan untuk melanjutkan perjalanan, akhirnya kita memutuskan untuk bemalam di tengah hutan meskipun sebenarnya harus dihindari bermalam di hutan, namum pada saat itu dalam keadaan darurat akhirnya kita sepakat untuk bermalam ditengah-tengah hutan dan melanjutkan perjalanan besok pagi.

Malam yang sangat mencekam, namun kita mencoba untuk tetap tenang. Malam yang penuh ketegangan pun berganti terang dengan munculnya sang surya yang perlahan sinarnya menembus sela-sela dedaunan. saya berkata dalam hati alhamdulillah kita beruntung tidak terjadi apa-apa dan perbekalan pun cukup masih banyak terutama air yang kita bawapun ternyata masih cukup banyak. Pagi itu perjalanan dilanjutkan, lebatnya pohon satu persatu kita lalui sampai akhirnya kita menemukan jalan. Disitu barulah perasanku tenang, karena tampak didepan mata pemukiman panduduk sudah mulai terlihat. Perjalanan pulang saat itu cukup lama hampir setengah hari kita berjalan menuruni gunung sampai akhirnya kita sampai di sebuah kampung kecil bernama kampung Dano. Dan alhamdullillah kita selamat sampai tujuan, tidak kekurangan satu apuapun dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, memang perjalan yang sangat melelhakan dan penuh rintangan, entah kapan saya akna melakukannya lagi? meskipun tersa sangat melelahkan dan menegangkan namun saya tidak jera untuk mendaki gunung, pengalaman tersebut membuat saya semakin semangat untuk bisa menaklukan semua puncak gunung.

Post a Comment for "Berpacu Dengan Waktu - Pendakian Gunung Guntur"